Perspektif
Materialis
Kubu perspektif materialis memandang
bahwa perubahan sosial terjadi karena adanya faktor material yang
menyebabkannya. Faktor material tersebut diantaranya adalah faktor ekonomi dan
teknologi yang berhubungan dengan ekonomi produksi. Pada dasarnya, perspektif
ini menyatakan bahwa teknologi baru atau moda produksi baru menghasilkan
perubahan pada interaksi sosial, organisasi sosial dan pada akhirnya
menghasilkan nilai budaya, kepercayaan dan norma.
Perspektif materialistis bertumpu
pada pemikiran Marx yang menyatakan bahwa kekuatan produksi berperan penting
dalam membentuk masyarakat dan perubahan sosial. Marx memberikan penjelasan
bahwa pada masa teknologi masih terbatas pada kincir angin memberikan bentuk
tatanan masyarakat yang feodal, sedangkan ketika mesin uap telah ditemukan
tatanan masyarakat menjadi bercirikan industrial kapitalis. Perspektif ini
melihat bahwa bentuk pembagian kelas-kelas ekonomi merupakan dasar anatomi
suatu masyarakat.
Peran penemuan teknologi baru di
dalam perubahan sosial sangat besar, karena dengan adanya penemuan teknologi
baru menyebabkan perubahan moda produksi dalam masyarakat. Masuknya teknologi
telah dapat meningkatkan produktivitas dan pada akhirnya menghasilkan
kesempatan kerja pada industri-industri baru yang bermunculan di kota besar.
Perubahan lain yang sangat mendasar adalah munculnya kelas ekonomi baru yaitu
kaum pemilik modal(pengusaha) dan buruh.
Moda produksi merupakan gabungan
antara kekuasaan produksi (forces of production) dan hubungan produksi
(relation of production). Unsur hubungan produksi disini menunjuk pada hubungan
institusional atau hubungan sosial dalam masyarakat yang pada artinya menunjuk
pada struktur sosial. Karakteristik hubungan produksi ini sekaligus merupakan
faktor penciri yang membedakan satu dan tipe lain dari moda produksi dalam
masyarakat.
Tipe-tipe moda produksi,antara lain:
1. Produksi subsisten, yaitu usaha pertanian tanaman pangan dimana hubungan produksi terbatas dalam keluarga inti dan hubungan antara pekerja bersifat egaliter.
2. Produksi komersialis, yaitu usaha pertanian ataupun luar pertanian yang sudah berorientasi pasar dimana hubungan produksi menunjuk pada gejala eksploitasi surplus melalui ikatan kekerabatan dan hubungan sosial antara pekerja yang umumnya masih kerabat bersifat egaliter namun kompetitif.
1. Produksi subsisten, yaitu usaha pertanian tanaman pangan dimana hubungan produksi terbatas dalam keluarga inti dan hubungan antara pekerja bersifat egaliter.
2. Produksi komersialis, yaitu usaha pertanian ataupun luar pertanian yang sudah berorientasi pasar dimana hubungan produksi menunjuk pada gejala eksploitasi surplus melalui ikatan kekerabatan dan hubungan sosial antara pekerja yang umumnya masih kerabat bersifat egaliter namun kompetitif.
Produksi kapitalis, yaitu usaha
padat modal berorientasi pasar dimana hubungan produksi mencakup struktur
buruh-majikan atau tenaga kerja-pemilik modal.
Kapitalisme telah menyebabkan
eksploitasi tenaga kerja besar-besaran. Upah yang diberikan oleh pemilik modal
hanyalah upah semu saja, karena nilai lebih yang dihasilkan oleh barang
industri tidaklah seimbang dengan “pengorbanan” yang dilakukan oleh buruh.
Kapitalisme juga telah membelenggu krativitas buruh. Terlebih dengan adanya
introduksi mesin-mesin industri menjadikan buruh semakin tersisih dan
persaingan diantara buruh menjadi ketat. Akibat dari semua ini adalah
ketidakberdayaan buruh dalam menolak upah rendah, yang ada adalah keterpaksaan
bekerja dengan upah rendah daripada harus tidak menerima upah sama sekali.
Marx melihat pada moda produksi
kapitalis bersifat labil dan pada akhirnya akan hilang. Hal ini disebabkan pola
hubungan antara kaum kapitalis modal dan kaum buruh bercirikan pertentangan
akibat eksploitasi besar-besaran oleh kaum kapitalis. Kaum buruh merupakan kaum
proletar yang kesemuanya telah menjadi “korban” eksploitasi kaum borjuis. Marx
meramalkan akan terjadi suatu keadaan dimana terjadi kesadaran kelas di
kalangan kaum proletar. Kesadaran kelas ini membawa dampak pada adanya kemauan
untuk melakukan perjuangan kelas untuk melepaskan diri dari eksploitasi,
perjuangan ini dilakukan melalui revolusi.
Menurut Marx terdapat 3 tema menarik ketika kita
hendak mempelajari perubahan sosial, yaitu :
1. Perubahan sosial menekankan pada kondisi materialis yang berpusat pada perubahan cara atau teknik produksi material sebagai sumber perubahan sosial budaya.
2. Perubahan sosial utama adalah kondisi material dan cara produksi dan hubungan sosial serta norma-norma kepemilikan.
3. Manusia menciptakan sejarah materialnya sendiri, selama ini mereka berjuang menghadapi lingkungan materialnya dan terlibat dalam hubungan-hubungan sosial yang terbatas dalam proses pembentukannya. Kemampuan manusia untuk membentuk sejarahnya sendiri dibatasi oleh keadaan lingkungan material dan sosial yang telah ada.
1. Perubahan sosial menekankan pada kondisi materialis yang berpusat pada perubahan cara atau teknik produksi material sebagai sumber perubahan sosial budaya.
2. Perubahan sosial utama adalah kondisi material dan cara produksi dan hubungan sosial serta norma-norma kepemilikan.
3. Manusia menciptakan sejarah materialnya sendiri, selama ini mereka berjuang menghadapi lingkungan materialnya dan terlibat dalam hubungan-hubungan sosial yang terbatas dalam proses pembentukannya. Kemampuan manusia untuk membentuk sejarahnya sendiri dibatasi oleh keadaan lingkungan material dan sosial yang telah ada.
Dalam konsepsi Marx, perubahan
sosial ada pada kondisi historis yang melekat pada perilaku manusia secara
luas, tepatnya sejarah kehidupan material manusia. Pada hakikatnya perubahan
sosial dapat diterangkan dari sejumlah hubungan sosial yang berasal dari
pemilikan modal atau material. Dengan demikian, perubahan sosial hanya mungkin
terjadi karena konflik kepentingan material atau hal yang bersifat material.
Konflik sosial dan perubahan sosial menjadi satu pengertian yang setara karena
perubahan sosial berasal dari adanya konflik kepentingan material tersebut.
Selain Marx, tokoh yang menyajikan
pendapat tentang perspektif materialis adalah Ogburn. Ogburn menyoroti mengenai
teknologi yang telah menyebabkan perubahan sosial di Amerika. Ogburn
berpendapat bahwa budaya material berubah lebih cepat dibandingkan dengan
budaya non material yang dapat menyebabkan terjadinya cultural lag.
Teknologi dapat menyebabkan perubahan sosial melalui
tiga cara yang berbeda, yaitu :
1. Teknologi baru mampu meningkatkan berbagai kemungkinan-kemungkinan dalam masyarakat. Suatu hal yang tidak mungkin dilakukan pada masa lalu akan menjadi mungkin dengan bantuan teknologi.
2. Teknologi baru merubah pola interaksi dalam masyarakat
3. Teknologi baru menyebabkan terjadinya berbagai permasalahan hidup baru bagi masyarakat
1. Teknologi baru mampu meningkatkan berbagai kemungkinan-kemungkinan dalam masyarakat. Suatu hal yang tidak mungkin dilakukan pada masa lalu akan menjadi mungkin dengan bantuan teknologi.
2. Teknologi baru merubah pola interaksi dalam masyarakat
3. Teknologi baru menyebabkan terjadinya berbagai permasalahan hidup baru bagi masyarakat
Perspektif Idealis
Berbeda dengan kubu materialis yang
memandang bahwa faktor budaya material yang menyebabkan perubahan sosial,
perspektif idealis melihat bahwa perubahan sosial disebabkan oleh faktor non
material. Faktor non material ini antara lain ide, nilai dan ideologi. Ide
merujuk pada pengetahuan dan kepercayaan, nilai merupakan anggapan terhadap
sesuatu yang pantas atau tidak pantas, sedangkan ideologi berarti serangkaian
kepercayaan dan nilai yang digunakan untuk membenarkan atau melegitimasi bentuk
tindakan masyarakat.
Salah satu pemikir dalam kubu
idealis adalah Weber. Weber memiliki pendapat yang berbeda dengan Marx.
Perkembangan industrial kapitalis tidak dapat dipahami hanya dengan membahas
faktor penyebab yang bersifat material dan teknik. Namun demikian Weber juga
tidak menyangkal pengaruh kedua faktor tersebut. Pemikiran Weber yang dapat
berpengaruh pada teori perubahan sosial adalah dari bentuk rasionalisme yang
dimiliki. Dalam kehidupan masyarakat barat model rasionalisme akan mewarnai
semua aspek kehidupan.
Menurut Webar, rasionalitas memiliki empat macam
model, yaitu :
1. Rasionalitas tradisional.
2. Rasionalitas yang berorientasi nilai.
3. Rasionalitas afektif.
4. Rasionalitas instrumental.
1. Rasionalitas tradisional.
2. Rasionalitas yang berorientasi nilai.
3. Rasionalitas afektif.
4. Rasionalitas instrumental.
Weber melihat bahwa pada wilayah
Eropa yang mempunyai perkembangan industrial kapital pesat adalah wilayah yang
mempunyai penganut protestan. Bagi Weber, ini bukan suatu kebetulan semata.
Nilai-nilai protestan menghasilkan etik budaya yang menunjang perkembangan
industrial kapitalis. Protestan Calvinis merupakan dasar pemikiran etika
protestan yang menganjurkan manusia untuk bekerja keras, hidup hemat dan
menabung. Pada kondisi material yang hampir sama, industrial kapital ternyata
tidak berkembang di wilayah dengan mayoritas Katholik, yang tentu saja tidak
mempunyai etika protestan.
Tokoh lain adalah Lewy yang
memperjelas pendapat Weber tentang peranan agama dalam perubahan sosial. Lewy
mengambil contoh sejarah yang menggambarkan bahwa nilai-nilai agama
mempengaruhi arah perubahan. Dia menyebutkan adanya pemberontakan Puritan di
Inggris, kebangkitan kembali Islam di Sudan, pemberontakan taiping dan boxer di
China. Seperti halnya Weber, Lewy tidak menyangkal bahwa kondisi material
mempengaruhi perubahan sosial. Namun demikian kita tidak dapat hanya memahami
perubahan sosial yang terjadi hanya dari faktor material saja.
Ideologi mampu menyebabkan perubahan paling tidak
melalui tiga cara yang berbeda, yaitu :
1. Ideologi dapat melegitimasi keinginan untuk melakukan perubahan.
2. Ideologi mampu menjadi dasar solidaritas sosial yang dibutuhkan untuk melakukan perubahan.
3. Ideologi dapat menyebabkan perubahan melalui menyoroti perbedaan dan permasalahan yang ada pada masyarakat.
1. Ideologi dapat melegitimasi keinginan untuk melakukan perubahan.
2. Ideologi mampu menjadi dasar solidaritas sosial yang dibutuhkan untuk melakukan perubahan.
3. Ideologi dapat menyebabkan perubahan melalui menyoroti perbedaan dan permasalahan yang ada pada masyarakat.
Konsep perubahan sosial dapat muncul
dari dua kubu yang berbeda, yaitu kubu materialis yang dipelopori oleh Marx dan
kubu idealis yang dipelopori oleh Weber. Pemikiran Weber pada awalnya setuju
dengan ide dasar pemikiran Marx, namun dia tidak sependapat untuk menempatkan
manusia sebagai robot. Pada masyarakat modern, Marx dan Weber memiliki kesamaan
pandangan, bahwa masyarakat modern telah diikat dengan spirit kapitalisme.
Mobilisasi dan Kontrol; Materialis vs Idealis
Mobilisasi dan Kontrol; Materialis vs Idealis
Studi yang dilakukan oleh Kurasawa
ini bertujuan untuk menganalisis perubahan sosial, ekonomi dan psikologis yang
muncul atau berkembang selama masa pendudukan Jepang di masyarakat pedesaan
Jawa. Kebijakan-kebijakan Jepang di Jawa dapat dicirikan oleh perpaduan antara
mobilisasi dan kontrol. Mobilisasi berarti memanggil rakyat untuk
berpartisipasi dalam pengabdian militer, pekerjaan umum, kegiatan politik atau
seremonial lainnya.
Kebijakan mobilisasi ini juga
dipadukan dengan kebijakan kontrol yang ketat oleh pemerintah. Seluruh kegiatan
ekonomi secara ketat dikontrol oleh pemerintah melalui berbagai bentuk
peraturan. Tidak terdapat kebebasan dalam kegiatan politik, ideologi dan seni.
Rakyat diharapkan mempunyai pikiran yang seragam dan melakukan konformitas
dalam tingkah laku mereka.
Kebijakan Jepang membantu melahirkan
berbagai perubahan dan fenomena baru di masyarakat. Perubahan sosial semacam
ini paling mencolok di kawasan pedesaan. Masyarakat desa merupakan sumber dari
barang-barang yang dibutuhkan Jepang untuk menjalankan kebijakan militernya.
Keberhasilan pemerintah Jepang ditentukan oleh keberhasilan menarik bantuan
dari masyarakat pedesaan. Oleh karenanya, Jepang melakukan berbagai proyek atau
kegiatan baru di desa sehingga campur tangan dengan masalah administrasi dan
adat masyarakat desa.
Di bidang pertanian, Jepang yang
membutuhkan bahan pangan untuk pasukan militernya, harus berupaya mendapatkan
bahan pangan dari masyarakat pedesaan. Bahan pangan utama yang dibutuhkan
adalah padi, sehingga upaya peningkatan produksi dilakukan oleh Jepang.
Pengenalan varietas padi baru yang dihasilkan oleh ilmuan Jepang dilakukan pada
masyarakat pedesaan. Untuk memperluas sawah, hutan-hutan dibuka, pembangunan
jaringan irigasi dan tanah-tanah perkebunan diubah menjadi sawah. Namun
demikian, kebijakan peningkatan produksi ini mengalami kegagalan.
Kebijakan-kebijakan pendudukan
Jepang di Jawa bertanggung jawab atas timbulnya bermacam-macam perubahan sosial
di dalam masyarakat pedesaan. Kontrol yang kuat dipergunakan terhadap
usaha-usaha dan kegiatan ekonomi petani di pedesaan menyebabkan perubahan
struktur pertanian dan ekonomi di Jawa. Selain itu juga diperkenalkan kontrol
terhadap pemerintahan desa dan menimbulkan perubahan dalam hubungan sosial dan
sistem kepemimpinan desa. Propaganda dan pendidikan juga dilakukan oleh Jepang
untuk dapat melakukan pengerahan massa sesuai dengan tujuan Jepang. Mobilitas
sosial yang meningkat baik secara horisontal maupun vertikal menyebabkan
timbulnya identitas “nasional”. Selain itu, Jepang juga harus bertanggung jawab
atas menguaknya keterpisahan sosial antar lapisan dalam masyarakat pedesaan.
Ringkasnya, Jepang telah membantu meningkatkan keragaman dan diversivikasi di
masyarakat pedesaan. Cara berpikir dan bertingkah laku yang baru, pola-pola
persekutuan dan persaingan menjadi berkembang di pedesaan Jawa. Masa penjajahan
Jepang yang hanya 3,5 tahun ternyata tidak cukup bagi Jepang untuk mencapai
sasaran-sasaran yang mereka kehendaki.
Jepang berusaha melakukan propaganda
melalui pendidikan sehingga akan menghasilkan nilai budaya dan kepercayaan yang
baru. Semangat kerja keras ala samurai juga coba diperkenalkan kepada
masyarakat pedesaan. Dalam perspektif idealis memandang usaha yang dilakukan
Jepang merupakan suatu proses yang akan menghasilkan perubahan pada masyarakat
pedesaan. Penanaman ideologi yang dilakukan oleh Jepang dapat menyebabkan
sebuah perubahan sosial yang mendasar di pedesaan. Tumbuhnya semangat untuk
melakukan meraih kemerdekaan merupakan perubahan yang mendasar hingga akhirnya
tercapai pada tahun 1945. Perubahan pada masa penjajahan Jepang tidak hanya
dapat dipandang dari sudut idealisme saja. Perubahan struktur ekonomi yang
terjadi di daerah pedesaan, mau tidak mau juga telah menyebabkan perubahan di
dalam hubungan antarindividu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar